Jumat, Mei 22, 2009

Pendidikan Layanan Khusus

Konsep Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara normal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa ”prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah : selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”

Model Pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru khusus. Namun demikian, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Model segregatif ini tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidaklah logis karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi dengan masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lainnya yang tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.

Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model mainstreaming memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Alternatif yang tersedia yaitu mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling terbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu, model ini juga dikenal dengan model tidak terbatas (the least restrictive environment), artinya seorang anak berkebutuhan khusus harus ditempatkan pada lingkungan yang tidak berbatas menurut potensi dan jenis/tingkat kelainannya.

Saat ini model yang sedang diperjuangkan untuk semua anak berkebutuhan khusus adalah model inklusi. Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap individu, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Melalui pendidikan inklusif, individu yang berkebutuhan khusus dididik bersama-sama individu lainnya yang normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan dari satu komunitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar