Kamis, Maret 19, 2009

pendidikan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus
Forum ini khusus untuk gangguan tertentu.
Gangguan Perilaku -Jika Anak Tidak Bisa Diam-
Submitted by Anonymous on Wed, 08/15/2007 - 13:48

* ADHD

KOMPAS - Jumat, 20 Jul 2007 Halaman: 46 Penulis: atk Ukuran: 5184 Foto: 1

--------------------------------------------------------------------------------

Gangguan Perilaku
JIKA ANAK TIDAK BISA DIAM

Rifki dikenal sebagai anak yang jahil. Ia selalu bergerak dan
mengganggu teman sekelas saat mereka mengerjakan tugas. Saat bermain
pun Rifki cenderung bertengkar dengan teman-temannya atau melakukan
aksi nekat, naik ke puncak tiang permainan atau bergelantungan di
pohon.
Orang awam melihat Rifki sebagai anak nakal, tetapi sebenarnya
dia mengalami gangguan yang di dunia psikiatri dikenal sebagai
attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH).
Gangguan ini pertama kali dideskripsikan oleh Heinrich Hoffman,
penulis buku kedokteran dan psikiatri, tahun 1845. Karena kesulitan
mendapatkan buku bacaan yang sesuai bagi anaknya, ia lantas menulis
buku untuk anak. Bukunya, The Story of Fidgety Philip, merupakan
deskripsi akurat tentang seorang anak kecil yang mengalami GPPH.
Namun, bahasan ilmiah tentang GPPH baru dilakukan tahun 1902
dengan terbitnya buku Sir George F Still tentang seri kuliahnya di
The Royal College of Physicians, Inggris. Sejak itu ribuan makalah
dipublikasikan para ilmuwan untuk memaparkan gejala, penyebab,
gangguan, dan pengobatan GPPH.
Menurut Dwidjo Saputro, pendiri Klinik Perkembangan Anak dan
Kesulitan Belajar, GPPH adalah gangguan neurobehavioural atau
gangguan perilaku akibat gangguan fisik di otak. Jadi bukan akibat
salah asuhan.
Gangguan ini disebut juga gangguan fungsi kognitif dan
pengendalian impuls. Manifestasinya, anak tidak mampu berkonsentrasi
dan sangat impulsif atau tidak mampu membuat pertimbangan sebelum
bertindak.
Cirinya, selain tidak bisa diam, anak juga meledak-ledak dan
bersikap agresif. Anak tidak mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan
tugas, sering kehilangan alat sekolah, kesulitanmematuhi perintah,
banyak bicara tetapi kacau, gaduh, gelisah, dan sering mengganggu
orang lain.

Gangguan sel otak
Dwidjo mengutip teori pakar psikiatri dari AS, Russel Barkley.
Penderita GPPH mengalami gangguan fungsi eksekutif, yaitu merancang,
mempertimbangkan, dan melaksanakan suatu tindakan. Kelainan ini
terjadi pada struktur terdepan dari otak depan (prefrontal cortex).
Menurut Dwidjo, penelitian menunjukkan pemberian obat bisa
meningkatkan fungsi eksekutif. Obat berfungsi meningkatkan sintesa
dan pelepasan dopamine dan norepinephrine.
Kemajuan dunia kedokteran memungkinkan penelitian menggunakan
Positron Emission Tomography Scan. Dari pencitraan tampak struktur
otak anak GPPH berbeda dengan anak normal.
Pada anak dengan GPPH ditemukan dopamine transporter (DAT1) dan
dopamine reseptor (DRD4) yang mengganggu transportasi dan penerimaan
dopamine di sel otak. Dalam hal ini pompa yang mengatur keseimbangan
pengeluaran dan penarikan kembali dopamine bekerjaterlalu cepat
sehingga dopamine yang bertugas mengirim data tidak terdistribusi dan
masuk ke sel lain dengan baik.
Selain GPPH murni, GPPH bisa juga disebabkan oleh kondisi medik
lai,n seperti epilepsi atau keterbelakangan mental. Karena itu,
dokter harus memeriksa secara teliti.
Menurut booklet yang diterbitkan National Institute of Mental
Health, AS, ada tiga subtipe GPPH, yaitu tipe hiperaktif-impulsif,
tipe inatentif (tidak mampu berkonsentrasi), dan tipe kombinasi.
Dwidjo menyatakan, prevalensi umum GPPH dunia adalah 5-8 persen.
Di Indonesia belum ada angka resmi, tetapi penelitian Dwidjo tahun
2001-2004 pada 4.013 anak di 10 SD di Jakarta menunjukkan, 25,2
persen siswa memperlihatkan indikasi GPPH. Rinciannya, 15 persen
sulit berkonsentrasi (tipe inatentif) dan sisanya terbagi antara tipe
hiperaktif-impulsif serta tipe kombinasi.
"GPPH perlu segera diobati. Jika tidak, bisa menimbulkan dampak.
Di keluarga, hal ini menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar dan
orangtua frustrasi. Di sekolah, anak GPPH bisa dicap sebagai anak
nakal,bodoh, atau malas," ujar Dwidjo.
Anak GPPH perlu mendapat obat untuk membantu meningkatkan
kemampuan belajar dan mengontrol perilaku. Dengan bertambahnya usia,
fungsi eksekutif bisa membaik, anak bisa berkonsentrasi dan perilaku
lebih terkendali sehingga pemberian obat bisa dihentikan.
Jika anak yang tidak mendapat pengobatan secara baik, GPPH bisa
berlanjut sampai remaja dan dewasa. Remaja GPPH cenderung mengalami
kecelakaan akibat kurang hati-hati, terlibat kenakalan remaja atau
menjadi penyalah guna obat. Penderita GPPH bisa mengalami gangguan
kepribadian antisosial yang permanen.
Staf pengajar Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia dr Ika Widyawati SpKJ menambahkan bahwa GPPH
yang berlanjut sampai dewasa berdampak lebih berat.
Penelitian di AS menunjukkan, 75 persen penyalah guna obat atau
narkotik memiliki sejarah GPPH waktu kecil yang tidak mendapat
pengobatan memadai. Selain itu, 80 persen penghuni penjara adalah
penderita GPPH yang tidak terobati secara tuntas. (Atk)

Setiap anak berhak mendapatkan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh
kembang menjadi orang dewasa yang seutuhnya
Adhd
Submitted by shishie on Mon, 08/13/2007 - 09:24

* ADHD

pagi dokter hardiono...

dok...
terus terang pertemuan hari jumat diklinik dengan diagnosa dokter kalau ABRAR termasuk ADHD hiper aktif...gangguan konsentrasi dan hasil tes dari ibu nuki...saya lemas dok...nggak nyangka akan seperti itu hasilnya. saat itu saya nggak tau musti nanya apa...dan bagaimana. dulu dsa-nya hanya bilang cuma gangguan motorik dan dilatih saja agar jadi menjadi terbiasa...ternyata......

obat yang dokter sarankan sudah mulai diminum hari ini...nanti perkembangannya akan saya laporkan (sesuai permintaan dokter..), nanti juga akan ada beberapa kali pertemua lagi dengan ibu nuki.

sekarang saya nanya dikit dulu ya dok...(masih blank soalnya) :
1. untuk selanjutnya bagaimana ya.. saya dan suami bersikap kepada abrar..apa musti penanganan khusus dirumah dan sekolah..? apa gurunya perlu diberi tahu..?
2. kemaren saya lupa cerita dok, kalau dia juga takut dengan bunyi-bunyian tertentu, dengan ayam, dan setiap apa yang dia lagi suka malam mau tidur akan diletakkan dikasur sampai besok paginya. apa ini termasuk perilaku ADHD..?

mom's...
kalo ada yang punya pengalaman dengan anak ADHD atau ada yang tau...tolong dong share ke saya....trus ada yang tau nggak dimana beli gunting khusus buat orang kidal...

terima kasih....dokter dan mom's atas bantuannya...

*yang lagi shock dan bingung...*
Saraf no 7 bermasalah
Submitted by Kris on Fri, 08/10/2007 - 16:08

* Penyakit otot

Dokters,

Anak saya sejak lahir ada masalah dengan saraf no 7 nya. Jadi kalo nangis bibirnya menceng. Bibir bawah sebelah kanan tidak simetris dengan bibir bawah sebelah kiri kalo nangis. Bibir kanan bawah lebih pasif. Tapi kalo tidak nangis ya tidak menceng.

Anak saya di rujukkan ke spesialis fisioterapi. Dokter fisioterapi nya mengatakan kasus anak saya ini sangat langka. Anak saya diberikan terapi setrum selama 2 bulan. Terapi sudah dilakukan tapi menurut saya tidak ada perubahan sama sekali. Dokter Fisioterapi menyarankan untuk EMG (bener nggak ya nulisnya) untuk mengetahui kondisi sarafnya. Apakah saraf no 7 nya kejepit atao gimana. Saya belum memberi keputusan mengingat anak saya masih kecil, baru berumur 10 bln.

Untuk informasi, pertumbuhan anak saya cukup normal menurut Dsa nya. makan & minum juga normal, merem melek juga normal, alis kalo diangkat dua-duanya bisa. Menurut dokter fisioterapi penyakit anak saya bukan Bell's palsy.

Pertanyaan saya :
1. Kenapa bibir kanan bawah anak saya pasif kalo nangis, tidak simetris dg bibir kiri bawah ?
2. Apakah nama penyakit anak saya ?
3. Kasus seperti anak saya tersebut, saraf ataukah ototnya yang bermasalah ?
4. Bagaimana untuk menyembuhkan penyakit anak saya ?

Mohon informasinya, doks. Terimakasih sebelumnya.
kejang waktu kecil bisa berulang saat dewasa
Submitted by Jobaja3raja on Mon, 08/06/2007 - 23:34

* Kejang

apabila seorang anak waktu kecil pernah menderita kejang, baik itu kejang karena demam tinggi, maupun sebab lain...apakah bisa kambuh saat dia dewasa?
maksudnya setelah dia mencapai akil balig, dia bisa kejang kembali?
apabila iya, apakah akan ada efek sampingan seperti amnesia sementara.

teman saya (laki2) sekarang mengalami kondisi amnesia, dimana dia tidak bisa mengingat nama2 orang maupun hubungan dia dengan orang tersebut. beberapa kejadian bisa direcall.
sebelumnya memang dia sempat kejang (tanpa demam) cuma apakah waktu kecil dia juga pernah kejang, saya tidak tahu

mohon informasinya ya dokt, mengingat, salah satu anak saya juga pernah kejang
Down Syndrom
Submitted by Leny Supardi on Mon, 08/06/2007 - 12:26

* Sindrom Down

Dok,

Mau nanya donk, apa gejala anak Down Syndrom yach ? Apakah bisa kelihatan dari bayi ?

Thank's
Lenys
Tidak Merespon Bisa Jadi Indikasi Autis
Submitted by Anonymous on Mon, 08/06/2007 - 10:55

* Autisme

Hasil temuan ini sangat baik. Menurut laporan dari University of Califonia Davis, Sacramento, AS, seperti dikutip Reuters, identifikasi lebih dini pada gangguan autis akan memberikan kemungkinan intervensi yang menjanjikan. Hasil penelitian dipublikasikan dalam Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine edisi April.

Penelitian tersebut melibatkan 101 anak usia satu tahun dengan saudara sekandung yang lebih tua yang memiliki autis dan dipertimbangkan memiliki risiko tersebut. Mereka lantas dibandingkan dengan 46 bayi berusia sama yang diyakini tidak memiliki risiko tinggi mengalami gangguan.

Para peneliti mengamati anak yang duduk di kursi dengan meja berisi mainan kecil. Kemudian para peneliti berjalan di belakang mereka dan memanggil namanya dengan suara jelas. Bila anak tidak memberi respon dalam waktu tiga detik, nama mereka dipanggil lagi tak lebih dari dua kali. Hasilnya, pada seluruh bayi di kelompok risiko rendah merespon pada panggilan pertama atau kedua.

Dua tahun setelahnya, para peneliti mengikutsertakan 46 bayi dari kelompok risiko dan 25 dari kelompok risiko rendah. Mereka menjumpai bahwa tiga perempat dari bayi yang tidak merespon saat dipanggil namanya di usia 12 bulan mengalami gangguan perkembangan saat berusia dua tahun.

Anak-anak itu lalu didiagnosis mengalami autis. Setengah dari anak itu mengalami kegagalan tes di usia satu tahun. Dan dari mereka yang diidentifikasi memiliki keterlambatan perkembangan apa pun, 39 persennya mengalami kegagalan pada tes pengenalan nama.
Hasil tes ini memang tidak dapat menemukan seluruh anak yang berisiko terhadap masalah perkembangan. Namun, tes ini tergolong mudah dilakukan dan bisa digunakan oleh para dokter dalam check up anak di usia satu tahun.

Dalam artikel terkait pada jurnal yang sama, para peneliti di Abt Associates Inc, Lexington, Massachusetts, dan Harvard School of Public Health, Boston, mengatakan analisis dari literatur dan survei medis menunjukkan, setiap orang dengan autis membebani masyarakat AS sekitar 3,2 juta dolar selama hidupnya. Ini termasuk faktor produktivitas yang hilang bagi anak dan orangtuanya, obat resep dokter, perawatan saat mereka dewasa, pendidikan khusus, dan terapi perilaku.@
pelecehan terhadap anak autis
Submitted by Jobaja3raja on Fri, 07/27/2007 - 16:55

* Autisme

Rekan rekan semua,

Perkenalkan nama saya Widodo Wijono istri Ferina Widodo.
Kami punya 3 anak, yg pertama perempuan 15thn (Winona Amanda Tiara) kelas 1 SMA, yg kedua laki laki 13 thn (Wismubroto Putra) kelas 6 SD dan yang bontot laki laki 6 thn (Windriargo Hario) klas 1 SD.
Anak kami yg kedua penyandang Autis.

Dibawah ini adalah surat yang kami kirimkan ke Management Time Zone. Maksud dari pengiriman surat ini bukan untuk memprovokasi rekan semua tetapi sekedar perhatian agar hal serupa tidak akan pernah terjadi lagi pada anak anak kita.

Kepada Yth, Jakarta 23 Juli 2007
Ibu Angela Sutan
Marketing Manager
PT. Matahari Graha Fantasy
Jakarta.

Salam Sejahtera

Kami adalah pelanggan/konsumen Time Zone Lippo Super Mall Karawaci (Time Zone LSMK), tujuan kami mengirimkan surat ini adalah sebagai ungkapan kekecewaan kami atas kejadian yang kami alami di Time Zone LSMK pada tanggal 15 Juli 2007, sekitar pukul 19:00. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan juga konsultasi dengan beberapa pakar/psikolog, kami terbitkan surat ini dengan itikad baik agar dapat ditinjau oleh pihak Time Zone.

Time Zone LSMK adalah salah satu tempat bermain favorit anak kami laki laki 13 thn dan sejak mereka masih kecil kami sekeluarga sering bermain di Time Zone LSMK.
Anak kami adalah penyandang Autis, sungguhpun demikian ia memiliki kemampuan lebih dalam hal keberanian dalam bermain permainan yang menantang dan juga memiliki keseimbangan yang sangat baik.

Anak kami sangat senang bermain Jet Coster, Kora Kora, Roller Blade, Ice Skating, Papan luncur di kolam renang Lippo Cikarang dsb.
Setiap liburan sekolah ia selalu mengajak kami berlibur ke DUFAN, LSMK untuk bermain Jet Coster dan juga permainan yang menantang lainnya.
Kami dan pengasuh hanya mendampingi saja.

Pada hari Minggu tanggal 15 Juli 2007 yang merupakan hari terakhir liburan sekolah, anak kami menagih janji untuk dapat bermain di Time Zone LSMK.
Sesampainya disana anak kami ditemani ayahnya naik Jet Coster (1 x putaran), kemudian dilanjutkan dengan bermain simulator Jet Coster (Van Turner).

Tetapi pada pukul 19:00 saat anak kami akan kembali naik Jet Coster untuk yang kedua kalinya didampingi pengasuhnya, petugas permainan melarang anak kami untuk menaiki permainan tersebut setelah tahu bahwa anak kami Autis. Hal itu dipertanyakan karena melihat anak kami mengepak ngepakkan tangannya sesaat sambil tertawa ditangga sebelum duduk di Jet Coster, padahal hal ini hanyalah salah satu kebiasaan dari umumnya anak Autis dalam mengungkapkan kegembiraan mereka, dan bukan reaksi / perilaku yang membahayakan. Pada waktu itu anak kami juga tenang, senang dan tidak ada masalah apa apa, karena sudah terbiasa bermain di Time Zone LSMK.

Kami sangat terkejut dan juga heran, kenapa anak kami dilarang main tanpa ada masalah apapun. Kamipun bertanya dimana peraturan tertulisnya, karena peraturan tertulis yang terpampang dengan jelas adalah “Usia harus minimal 12 tahun dan tinggi badan minimal 120 centimeter”. Usia anak kami 13 tahun, tinggi badan 160 centimeter dan beratnya 55 kilogram.

Kami sudah berusaha menjelaskan kepada petugas tersebut bahwa tadi kita sudah bermain dipermainan tersebut, petugas tersebut kelihatannya tidak percaya akan keterangan ini dan ia meminjam power card kami untuk diperiksa kebenarannya dicounter dan setelah itu petugas tersebut mengembalikan kartu saya tetapi tetap tidak memperbolehkan anak kami bermain.

Setelah itu petugas tersebut memanggil supervisornya, dan kembali kami jelaskan perihal ini, tetapi dengan entengnya mereka mengatakan bahwa anak Autis tetap tidak diperbolehkan padahal sudah terbukti anak kami mampu bermain dengan baik. Bahkan perlu kami jelaskan bahwa anak kami mempunyai kemampuan yang luarbiasa dalam hal keberanian dan keseimbangan yang tidak dimiliki oleh setiap anak normal sekalipun.

Kami sampai pada satu kesimpulan bahwa pihak pengelola dan juga petugas tidak mengerti sama sekali apa itu Autis.
Kejadian ini sangat mengecewakan anak kami, harapannya dipenghujung liburan sekolah dapat bermain di Time Zone LSMK berakhir dengan kegagalan. Bagi kami larangan tersebut merupakan “ Pelecehan terhadap Anak Autis” dan juga “Pelanggaran Hak Azasi Anak” hal ini juga merupakan perlakuan Diskriminatif, karena anak Autis berhak bermain dan bersenang senang seperti anak lain.

Perlu diketahui bahwa karakter Anak Autis satu dengan yang lain berbeda, sangat beragam, spesifik dan tidak bisa disama ratakan. Ada Anak Autis yang takut akan ketinggian, takut berenang, takut akan keramaian ataupun ditengah keramaian itu sendiri dsb, bagi Anak Autis seperti itu sudah tentu orang tua mereka tidak akan membawa anaknya bermain ditempat-tempat yang membahayakan dan tidak nyaman bagi anak mereka. Tetapi ada juga Anak Autis yang pandai, hobby berenang, gemar tantangan, tidak ada masalah dikeramaian dan kebetulan anak kami termasuk pada kategori ini.

Kami mohon perhatian dari pihak Time Zone untuk menyikapi permasalahan ini dengan sungguh sungguh, karena hal ini menyangkut nasib entah berapa banyak Anak Autis di Indonesia, mereka akan mendapatkan perlakuan diskriminatif juga.

Sebagai sebuah perusahaan besar, Time Zone harus berkonsultasi dengan pakar pakar psikologi anak yang menangani masalah Autis sebelum membuat suatu larangan ataupun peraturan dan juga harus menampilkan dengan jelas larangan larangan tersebut. Sebagai contoh “Dilarang untuk pengidap sakit jantung dan epilepsi” dsb.

Time Zone seyogyanya membekali para karyawan yang bertugas dengan pengetahuan praktis tentang psikologi anak agar dapat menimbang hal hal yang sekiranya bakal terjadi dalam mengambil suatu keputusan.
Anak Autis manapun berhak untuk berbahagia, bermain dan bersenang-senang karena hal itu juga dapat merupakan suatu teraphy bagi mereka untuk dapat menjadi lebih baik dan juga mengasah kemampuan kemampuan mereka yang terpendam.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Salam kami,
Widodo Wijono
Ferina Widodo
Orang tua dari Wismubroto Putra Widodo.
Tel. 021- 585 5383

Tembusan:
Surat Pembaca Harian Kompas

Tukar pendapat (Sharing)
· Kak Seto (Ketua Komnas Perlindungan Anak)
· Dra. Rose Mini A. Prianto M. Psi (Psikolog, Dosen Universitas Indonesia)
· Dra .Nuki Nurdadi Msi (Pakar Autis, Dosen Universitas Indonesia)
· Dra. Adriana Ginanjar Psi (Pendidik, Pendiri Sekolah Khusus Penyandang Autisma Mandiga)
· Ibu Ira Dompas SH (Orang Tua Oscar Dompas, penyandang Autis & penulis buku)
· Juga beberapa pakar, pendidik lain.

Mohon tanggapan dari rekan rekan Ortu anak penyandang Autis, dan juga mohon maaf bila kurang berkenan

Terima kasih.
Widodo Wijono
Procurement Department
Kapan Pemeriksaan EEG harus dilakukan?
Submitted by Laksitawati on Tue, 07/24/2007 - 18:30

* Kejang

dear,
Perkenalkan saya mama anggie (13 bulan) dari palembang, Beberapa hari yang lalu Anggie kejang sampai beberapa menit, wajahnya pucat sekali dan bibir sampai kebiruan.
Setelah konsultasi dengan dokter Anak, dia menyarankan secepatnya dilakukan EEG. Kemudian 2 hari setelah kejadian kami lakukan pemeriksaan EEG dan hasilnya adalah ada yang [B]ABNORMAL[/B] pada syaraf otak Anggie, kemudian diHARUSkan minum obat untuk epilepsi (lupa namanya) selama 1 tahun berturut-turut.
Kami punya dokter anak langganan di Semarang, dan Coba konsultasi mengenai Kejang yang terjadi pada Anggie, Kata Dokter Yang diSemarang Untuk Pemeriksaan EEG, waktunya harus lebih dari 1 minggu dari Kejadian (Kejang), dan direkomendasikan untuk lakukan EEG ulang setelah satu minggu.

Jadi kira-kira gimana Dok, Apakah perlu dilakukan EEG Ulang?

Terima kasih.
Best Regards
Mama Anggie

Pendidikan Khusus

Menemukan Kecemerlangan Dibalik Kekurangan Anak
Mother And Baby


Individu yang cacat memiliki potensi prestasi yang sangat tinggi bila orangtua, guru, dan lingkungan memberikan perlakuan dan pendidikan yang tepat.

Helen Adams Keller, lahir pada 27 Juni 1880 di suatu desa kecil di Nothwest Alabama, AS. Ia dilahirkan secara normal dengan penglihatan dan pendengaran baik. Pada usia 19 bulan tiba-tiba Hellen jatuh sakit, penyakit yang diduga meningitis (namun sampai saat ini penyakit persisnya masih misterius) ini menyebabkannya kemudian kehilangan fungsi penglihatan dan pendengaran. Ia menjadi seorang anak buta tuli, tumbuh sebagai anak yang sulit, dan temper tantrum.

Di bawah penanganan tepat dari gurunya, Anne Sulivan, yang juga memiliki cacat penglihatan jarak dekat, kekurangan-kekurangan Keller dapat teratasi. Ia dengan sangat mudah menangkap pelajaran yang diberikan, dan perkembangan kemajuan Keller yang sangat luar biasa menjadi buah bibir masyarakat. Ia dikenal sebagai penemu huruf Braille, metode membaca untuk orang buta. Hellen Keller adalah satu contoh konkrit anak cacat yang berbakat (handicapped gifted).

Apa yang dimaksud dengan Handicapped Gifted? Sesuai dengan arti katanya, DR. Reni Akbar-Hawadi Psi, Kepala Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, menjelaskan handicapped gifted adalah seseorang yang cacat sekaligus berbakat, mempunyai talenta yang luar biasa. Minat pakar psikologi dalam pengembangan anak cacat yang berbakat baru berkembang awal tahun 1970. Melalui analisis biografi ditemukan mereka yang tergolong sebagai handicapped gifted memiliki satu persamaan determinan dalam kesuksesan mereka, yaitu motivasi untuk sukses.

Bagaimana mengenali handicapped gifted?
Menurut Whitmore dan Marker (1985) tidak mudah, setidaknya ada empat hambatan, yaitu:
(1) Adanya stereotip pengharapan dari masyarakat pada anak cacat sebagai orang yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.
(2) Adanya perkembangan yang tertunda dalam daerah verbal, sehingga anak cacat yang memiliki kemampuan intelektual tinggi tidak terdeteksi, mengingat tes yang digunakan bersifat lisan.
(3) Informasi yang tidak lengkap tentang anak, sehingga yang terlihat justru kekuatan anak dalam bidang nonakademik.
(4) Tidak adanya kesempatan untuk membuktikan adanya kemampuan yang superior pada anak, karena tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk lisan dan untuk pendidikan khusus.

Pengukuran intelektual nonverbal dan tes modifikasi perilaku perlu dilakukan agar sedini mungkin orangtua ataupun guru dapat menemukan anak yang cacat, namun tergolong anak berbakat. Identifikasi memang tidak mudah, karena biasanya yang akan langsung terlihat menonjol adalah kecacatan anak. Namun, bagi guru yang memiliki kemampuan memahami karakteristik anak berbakat akan dapat dengan mudah mengenali siswa yang tergolong anak berbakat.

Untuk memastikan potensi keberbakatan yang dimiliki siswa tidak ada cara terbaik selain pemeriksaan psikologik. Hasil pengamatan orangtua, guru maupun orang sekitarnya akan diperkuat dugaannya oleh psikolog. Hal ini disebabkan klarena psikolog memiliki metode dan instrumen untuk menggali potensi kecerdasan dan bakat individu. Sekolah mutu baik senantiasa memiliki seorang psikolog sekolah (school psychologist).

Apa yang dilakukan sekolah jika ternyata anak tergolong sebagai anak berbakat? Tidak ada cara terbaik selain memberikan anak Individualized Education Program (IEP) yang akan membawa anak kepada pendidikan khusus sesuai kebutuhan dirinya. Program pendidikan individual dibuat oleh tim yang mendapat masukan-masukan dari guru maupun orangtua berdasarkan kekuatan-keunggulan (strengths) yang dimiliki anak.

Tim yang terdiri dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan khusus dan guru anak berbakat akan bekerjasama membuat perencanaan dan pelaksanaan IEP tersebut. Anak-anak dengan kecacatan penglihatan, pendengaran, ataupun fisik, namun sekaligus tergolong anak berbakat dapat menggunakan kekuatan intelektualnya untuk mempelajari keterampilan-keterampilan lain yang dapat mengkompensasi kekurangan dirinya.

Anak berbakat dengan kesulitan belajar (Learning Disabilities) atau gangguan perilaku (behavior disorders) yang memiliki kecerdasan tinggi dibantu untuk dapat memecahkan masalah atau strategi metakognitif dalam tugas-tugas akademik dan tugas sosial, sehingga mereka dapat sukses di sekolah. Anak dengan kategori kesulitan belajar (LD) dapat digolongkan dalam handicapped gifted.

Biasanya penyebabnya tidak diketahui, dan penyembuhannya sampai saat ini masih terus dikembangkan agar anak dapat dengan sukses mengikuti pendidikan di sekolah. Secara umum biasanya pendekatan pendidikan bagi anak berbakat yang tergolong LD ini melalui analisis tugas-tugas akademik untuk melihat keunggulan dan kelemahannya. Siswa banyak membutuhkan keterampilan mengorganisasi, seperti manajemen waktu, mencatat, merekam pelajaran, sekuens topik-topik pelajaran, keterampilan dasar menulis, dan lain sebagainya.

Program remedial
Pada pendidikan khusus yang konvensional, fokus utama terletak pada program remedial, daripada pengembangan sebagai kompensasi untuk keunggulan siswa.Guru-guru anak berbakat dapat memberikan instruksi tambahan dengan menggunakan keunggulan-keunggulan anak untuk menangkap minat-minat anak dan memotivasi mereka agar dapat mengikuti pelajaran yang lebih tinggi (advanced study) dan persistensi dalam tugasnya.

Sedangkan pelayanan pekerja sosial dapat membantu anak di rumah untuk meningkatkan harga dirinya.

Akhirnya, guru anak berbakat dapat menyediakan layanan pendidikan pengayaan maupun percepatan belajar untuk membuat belajar lebih menantang dan menarik anak. Intinya dalam pendidikan anak cacat berbakat, guru memusatkan perhatian pada keunggulan diri anak, dan memberikan layanan yang sesuai sebagai hadiah atas kemampuannya yang tinggi.

Karakteristik Handicapped Gifted

* Perfeksionis
* Hipersensitif
* Kurangnya keterampilan sosial
* Terisolasi secara sosial
* Ekspektasi diri yang tidak realistis
* Harga diri rendah
* Hiperaktif
* Mudah terpecah konsentrasinya
* Psikomotor tidak efisien
* Tidak ada pemusatan perhatian secara kronis
* Frustrasi oleh tuntutan kelas
* Gagal menyelesaikan tugas secara utuh
* Bersikap kritis yang berlebih-lebihan terhadap diri/orang lain
* Menentang metode pengajaran yang repetisi
* Meremehkan tugas yang harus dilakukan
* Dominasi dalam diskusi dan “paka” pada satu area

Miskonsepsi:
Kebanyakan orang berpendapat individu cacat yang berbakat memiliki lebih banyak keterbatasan dalam perkembangan

Identifikasi:
Fokus pada ketidakmampuan anak untuk menyelesaikan berbagai macam tugas dan mengidentifikasi anak berbakat terfokus pada kemampuan yang tinggi untuk menyelesaikan berbagai macam tugas.

Program Intervensi:
Anak cacat yang berbakat sangat membutuhkan intervensi. Mereka akan berespon positif terhadap lingkungan pendidikan yang menantang, menarik minat, terstruktur sehingga dapat mandiri dan membangun keunggulannya.

Mengoptimalkan area kekuatan, guru harus bekerja sama untuk memperbaiki area-area kelemahan individu.
Siswa harus didukung untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya.
Meningkatkan keahlian kompensatoris seperti penggunaan kalkulator, komputer, dlsb.

Tujuan Program:

* Agar anak memahami hakikat ketidakmampuan dirinya
* Agar anak menerima kelebihan dan kelemahan dirinya
* Agar anak mengembangkan konsep diri yang positif

Sumber: Majalah Inspire Kids
------------------------------------------------------------
@Admin said : "Jangan Meremehkan orang yang cacat !!! Mereka juga manusia, mereka juga punya kemampuan !!! Mereka mempunyai emosional, Mereka juga mempunyai daya mikir, mereka adalah manusia.. Hormati mereka dan mari hidup bersama dengan mereka dengan penuh ketulusan dan toleransi......

pendidikan khusus

Re: [ditplb] Informasi Tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Dear Mr. Zox,
Saya kira hasil penelitian yang belum anda rasakan ya memang belum. Sebab hasil penelitian sebagus apapun jika tidak diimplementasikan oleh para pemegang kebijakan di bidangnya ya susah dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas. Penelitian itu mungkin baru dirasakan oleh yang terkait saja. Olwh karena itu bagaimana nih Dir. PSLB dan Dinas Pendidikan di Daerah dalam rencana kerja tahunan, jangka menengah, jangka panjang itu didasari hasil penelitian?? Semoga saja skripsi, tesisi, desertasi, dan hasil penelitian di kampus-kampus tidak hanya menumpuk di jurusan masing-masing.

Kedua, menurut saya ABK tidak menggantikan ALB atau Anak Cacat. Masing-masing tetap harus digunakan sesuai proporsinya. Jika perhatian kita adalah anak-anak penyandang cacat (phisik, mental, ataupun yang lainnya) ya mestinya pergunakanlah itu. Kalau kita bermaksud membicarakan percepatan belajar bagi anak berbakat, ya kita gunakan saja ALB.
Kemudian jika para guru dimana saja menyadari bahwa setiap individu di kelasnya mempunyai kebutuhan khusus dalam hal pendidikannya, maka akan terjadilayanan yang disesusikan (semoga) terhadap individu pelajar di kelas guru bersangkutan. Nah jika ada anak luar biasa, atau pun anak cacat yang masuk ke sekolah reguler kan bisa dilayani sesuai dengan kebutuhannya (lihat UU No 23). Barangkali itu salah satu keuntungannya. Penelitian UNS terhadap labelisasi menunjukkan bahwa orang sekarang cenderung melihat anak cacat, anak luar biasa, sebagai anak tanpa perlu labeling. Label ini sesuatu yang yangsah, tapi bermakna negatif. Jadi ya kita lihat saja kedepan apakah penambahan istilah ini akan menguntungkan atau tidak!!

Terima kasih, lain kali disambung lagi
Amuda

Achmad Yusuf wrote:


Dear All,

Bagi anda yang ingin mendapat informasi berkaiatan
dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus termasuk
berbagai program dan kebijaksanaannya, silahkan
kunjungi situs kami www.ditplb.orid.

Salam,

Achmad Yusuf
ICT Manager Dit. PSLB

pendidikan keagamaan

r]”Upaya Meliberalkan Guru Agama”[/center] Bekerjasama dengan Amerika, sejumlah Perguruan Tinggi Islam --khususnya IAIN/UIN-- dikabarnya menyiapkan guru-guru agama yang “liberal”. ................... ....., Begitulah hasil survei PPIM-UIN Jakarta. Secara jelas, penelitian PPIM-UIN Jakarta membawa misi besar untuk merombak pola pikir para guru agama di masa depan. Mereka diharapkan agar menjadi pluralis, tidak konservatif, tidak radikal. Mereka nantinya harus mau menerima pemimpin non-Muslim, menerima guru non-Muslim, menolak penerapan syariah, mendukung hak murtad, mendukung perayaan-perayaan model Barat, dan sebagainya. Itulah yang disebut oleh Direktur PPIM-UIN Jakarta itu sebagai jenis Islam moderat, Islam pluralis, atau entah jenis Islam apa lagi. Yang penting jenis Islam yang baru nanti harus mendapat ridho dari nagar-negara Barat :wataw: yang menjadi donatur penting dari lembaga-lembaga sejenis PPIM-UIN Jakarta tersebut. Misi inilah yang sebenarnya sedang diemban oleh lembaga-lembaga penelitian dan pendidikan Islam yang sadar atau tidak menyediakan dirinya menjadi agen dari pemikiran dan kepentingan Barat. Dalam website PPIM-UIN Jakarta (www.ppim.or.id) dapat dilihat daftar mitra kerja dari lembaga ini, diantaranya: AUSAID, US embassy, The Asia Foundation, The Ford Foundation, dan sebagainya. Karena itu, yang kini sedang dikerjakan oleh sejumlah Perguruan Tinggi Islam di Indonesia adalah menyiapkan guru-guru agama yang pluralis. Inilah sesuai dengan isi memo Menhan AS Donald Rusmsfeld, pada 16 Oktober 2003: “AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka. (Harian Republika, 3/12/2005). AS dkk memang sangat serius dalam menggarap pendidikan Islam di Indonesia. Disebutkan dalam ”Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2007” yang dikeluarkan oleh Deplu AS, bahwa: ”Misi diplomatik AS terus mendanai Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.” CRCS adalah program pasca sarjana lintas budaya dan lintas agama yang ditempatkan di UGM yang misinya mencetak sarjana-sarjana agama yang pluralis. Namun, sebagai bagian dari program politik luar negeri AS, CRCS bukan sekedar program pasca sarjana biasa. Lembaga ini sangat aktif dalam menyebarkan pemikiran-pemikirannya ke tengah masyarakat, melalui berbagai program siaran di radio dan televisi. Hasil dialog itu pun kemudian dibukukan dan disebarkan ke tengah masyarakat. Menyimak materi-materi yang disebarkan, terlihat dengan jelas, bahwa misi yang diemban oleh CRCS adalah misi penghancuran keyakinan dan fanatisme umat beragama terhadap agamanya sendiri. CRCS juga mengembangkan misi agar pelajaran agama nantinya dihapuskan dari sekolah-sekolah, digantikan dengan ”pelajaran keagamaan”. Dalam buku berjudul Resonansi: Dialog Agama dan Budaya, (Yogya: CRCS, 2008), dikutip ucapan nara sumber diskusi (Prof. Djohar MS) yang menyatakan: ”Kalau pendidikan agama itu berarti mempelajari satu pemahaman keagamaan tertentu sedangkan pendidikan keagamaan itu mempelajari agama-agama. Kalau di madrasah misalkan itu adalah pendidikan agama yang mempelajari hanya agama Islam, tetapi kalau di sekolah-sekolah umum adalah pendidikan keagamaan, yang mencari common-ground dari semua agama… Nah, kalau common ground ini dipelajari di sekolah, maka persatuan dan kesatuan bangsa ini akan bisa tercapai. Sedangkan pelajaran agama sesuai dengan agama masing-masing siswa dipelajari di sekolah akan bisa memunculkan bibit-bibit perpecahan yang akan berbahaya di kemudian hari.” Dalam buku terbitan CRCS Yogya ini juga dipromosikan bagaimana satu sekolah di Yogyakarta telah menerapkan pendidikan Pluralisme, dan tidak lagi mengajarkan pendidikan agama berdasarkan agama masing-masing. Seorang guru di sekolah itu menyatakan: ”...kami memang tidak bisa menggolong-golong anak melihat dari sisi agamanya apa. Tetapi yang lebih penting menurut kami adalah meskipun dia tidak beragama tetapi kami yakin bahwa dia beriman.” Jadi, jelaslah bahwa CRCS mengemban misi penggantian pelajaran agama dengan pelajaran keagamaan yang lintas-agama. Pendidikan Religiositas sudah pernah diajukan oleh Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang, dan disefinisikan sebagai: ”komunikasi iman antar-siswa yang seagama maupun berlainan agama mengenai pengalaman hidup mereka yang digali/diungkapkan maknanya, sehingga mereka terbantu untuk menjadi manusia utuh (religius, bermoral, terbuka) dan diharapkan mampu menjadi pelaku perubahan sosial, demi terwujudnya kesejahteraan bersama lahir dan batin.” Di kalangan Katolik sendiri, banyak yang mempertanyakan model pendidikan agama semacam ini, khususnya mempertanyakan dimana posisi gereja sebagai lembaga yang mewartakan Kristus. Yang mengapresiasi gagasan ini diantaranya adalah Keuskupan Palembang yang bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Provinsi menyelenggarakan pelatihan untuk mempersiapkan para guru pendidikan Religiositas. Gagasan ini juga pernah dipresentasikan di Jakarta oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas pada 1 April 2006, dalam sebuah seminar bertema ”Pelayanan Keagamaan yang Inklusif bagi Para Siswa.” (Lebih jauh tentang Pendidikan Religiositas, lihat buku Problematika Pendidikan Agama di Sekolah: Hasil Penelitian tentang Pendidikan Agama di Kota Jogjakarta 2004-2006, terbitan Interfidei, 2007). Meskipun masih merupakan hal yang kontroversial, model pendidikan agama yang baru inilah yang sedang dipromosikan oleh CRCS. Misi CRCS yang diakui sebagai bagian dari misi diplomatik AS juga bisa dibaca melalui jurnal terbitannya, RELIEF (Journal of Religous Issues). Pada Vol. 1, No. 2, Mei 2003, editorial jurnal ini sudah mengritik pendidikan agama di Indonesia. Ditulis dalam jurnal ini: ”Dalam realitasnya, pendidikan agama kita cenderung dogmatis, eksklusif, rigid, dan mengabaikan kebenaran-kebenaran di luar agamanya. Padahal, seperti ditulis oleh Paul F. Knitter dalam No Other Name, bahwa kita tidak bisa mengatakan agama yang satu lebih baik dari agama yang lain. Semua agama, kata Fritjof Schuon dalam The Trancendent Unity of Religion, pada dasarnya (secara esoteris) adalah sama dan hanya berbeda dalam bentuk (secara eksoteris). Kebenaran dengan demikian tidak lagi eksklusif ada pada hanya agama tertentu, tapi pada semua agama. Kebenaran dalam agama, dengan demikian, adalah plural.” Pemikiran yang disebarkan CRCS UGM ini tentu sangat naif. Aspek eksoteris (aspek luar, aspek syariat) dalam agama-agama adalah hal yang prinsip. Bagi kaum Muslim, ada tata cara shalat yang wajib diikuti, sebab cara ibadah itu diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, utusan-Allah yang terakhir. Kaum Muslim yakin, hanya itulah cara shalat yang benar kepada Allah. Kaum Muslim tidak dapat menerima teori, bahwa Allah akan menerima ibadah semua manusia, dengan cara apa pun ibadah itu dilakukan. Ada pun teori Kesatuan Transendensi Agama-agama pada level esoteris hanyalah khayalan Fritjof Schuon dan kawan-kawannya, yang anehnya juga dijadikan dogma dan diterima kebenarannya oleh banyak orang tanpa berpikir. Dalam sampul belakang Jurnal RELIEF edisi ini juga ditonjolkan kutipan wawancara :tembakin: Prof. DR. Machasin, guru besar UIN Yogya, yang menyatakan: ”... kenapa kita ribut menyalahkan orang ateis bahwa ateis adalah musuh orang ber-Tuhan. Padahal Tuhan sendiri ateis. Ia tidak ber-Tuhan.” :wataw: >> Kacau nih Profesor > Pasca Perang Dingin, AS dan negara-negara Barat lainnya, memang sangat serius dalam mengembangkan pemikiran Islam seperti yang mereka kehendaki. Pada tahun 2007, menyusul berdirinya CRCS, di UGM juga didirikan program doktor lintas agama yang didukung oleh tiga kampus: UGM, UIN Yogya, dan Universitas Kristen Duta Wacana. Melalui lembaga-lembaga pendidikan tinggi lintas agama inilah diharapkan akan lahir pakar-pakar agama yang pluralis. :tembakin: Ke depan, kemungkinan mereka akan mengisi pos-pos sebagai dosen atau guru agama di sekolah-sekolah. Dengan cara seperti inilah, maka secara otomatis pendidikan agama di sekolah-sekolah akan berubah. :hmmm: Tidak lagi bersifat konservatif seperti yang dicap oleh PPIM-UIN Jakarta, tetapi sudah bersifat pluralis. Cara ini tentunya sangat efektif, dibandingkan dengan cara mengubah kurikulum dan materi pendidikan agamanya, seperti mensosialiasikan buku Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, sebagaimana pernah kita bahas dalam CAP-239. Dulu, di tahun 1980-an, rencana program pengajaran Panca Agama di sekolah-skeolah pernah gagal, karena ditolak keras oleh tokoh-tokoh Islam dan tidak mendapat dukungan dari kalangan akademisi dari Perguruan Tinggi Islam. Kini, situasi sudah berubah. Kini, justru lembaga seperti PPIM-UIN yang ingin merombak Pendidikan Agama, sesuai dengan pesanan Barat. Pemikiran-pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan selera kaum liberal dicap sebagai konservatif, radikal, dan berpengaruh atas terjadinya terorisme di Indonesia. Betapa naif dan konyolnya cara berpikir model PPIM-UIN Jakarta tersebut. Guru agama yang meyakini kebenaran aqidah dan syariah Islam dicap sebagai konservatif, radikal, dan sebagainya. Jika para guru agama menyarankan murid-muridnya agar tidak mengikuti perayaan-perayaan ala Barat, tentunya itu harus dihormati. Di sinilah kita melihat bagaimana otoriternya kaum liberal dalam memaksakan pandangan dan konsep-konsep Barat terhadap kaum Muslim. Dalam masalah aqidah, sejak dulu, kaum Muslim sudah bersikap tegas. Berkaitan dengan kekufuran, para pimpinan NU, misalnya, telah bersikap tegas. Dalam Muktamar NU ke-14 di Magelang, 1 Juli 1939, ditetapkan bahwa kitab Taurat, Injil, dan Zabur yang ada di tangan kaum Kristen, Katolik, dan Yahudi sekarang ini bukanlah kitab samawiyah yang wajib diimani kaum Muslim. Dalam Muktamar NU ke-13 di Menes Banten, 12 Juli 1938, diputuskan, bahwa seorang yang mengatakan kepada anaknya yang beragama Kristen, ”Kamu harus tetap dalam agamamu”, yang diucapkan dengan sengaja dan ridha atas kekristenan si anak, maka orang tua tersebut telah menjadi kufur dan terlepas dari agama Islam. (Lihat, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam; Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), terbutan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN-NU) Jawa Timur). Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, sudah diterangkan, bahwa hukum menghadiri PNB adalah Haram. Muhammadiyah dalam hal ini juga mengacu kepada fatwa MUI. Adapun soal ”Mengucapkan Selamat Hari Natal” dapat digolongkan sebagai perbuatan yang syubhat dan bisa terjerumus kepada haram, sehingga Muhammadiyah menganjurkan agar perbuatan ini tidak dilakukan. Terhadap orang yang mengakui adanya nabi lagi setelah nabi Muhammad saw, Majlis Tarjih PP Muhammadiyah tanpa ragu-ragu untuk menyatakan, bahwa orang tersebut kafir. Pandangan dan sikap kaum Muslim yang tegas dalam urusan aqidah tersebut harusnya dihormati oleh para dosen dan peneliti di PPIM-UIN Jakarta. Keyakinan terhadap kebenaran agamanya juga ditunjukkan oleh Gereja Katolik. Melalui Dokumen Dominus Iesus yang dikeluarkan Vatikan pada 6 Agustus 2000, Gereja Katolik menegaskan: ”Jelas sangat bertentangan dengan iman Katolik, bila berpendapat bahwa Gereja seperti salah satu alternatif jalan keselamatan bersama-sama dengan yang ditawarkan oleh agama-agama lain, yang dipandang sebagai pelengkap bagi Gereja, atau secara substansial sederajat dengan Gereja... ”. (Lihat perdebatan seputar Dominus Iesus pada buku Stefanus Suryanto berjudul Paus Benediktus XVI (Jakarta: Obor, 2008)). Sebagai salah satu lembaga yang menyandang nama Islam, sebaiknya PPIM-UIN menghentikan aktivitas-aktivitasnya yang menyudutkan umat Islam dan mengajak umat Islam ragu dengan kebenaran aqidah dan syariah Islam. Kita mengimbau agar mereka mau belajar dan bersikap kritis – sedikit saja – terhadap pemikiran dan politik imperialistik negara-negara Barat. Kita berharap, lembaga-lembaga seperti PPIM-UIN mau menyadari kekeliruannya dan memiliki rasa malu untuk merusak agama dengan dalih membuat kemaslahatan untuk umat manusia. Masih banyak jenis penelitian lain yang bermanfaat bagi umat Islam, meskipun mungkin kurang diminati para ”cukong”. Betapa pun, kita sebenarnya salut dengan kesungguhan PPIM-UIN Jakarta dalam melakukan suatu penelitian. Satu pelajaran berharga bisa kita petik: untuk merusak Islam pun perlu strategi dan kesungguhan. :hmmm: Akhirul kalam, kita renungkan satu peringatan dari Allah SWT: ”Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS ar-Rum: 60). [Depok, 7 Dzulhijjah 1429 H/5 Desember 2008/www.hidayatullah.com] Selengkapnya: ”Upaya Meliberalkan Guru Agama” Waspadalah.....sebelum rusak generasi ini...
_________________http://sibin2007.multiply.com

Pendidikan Usia Dini

Olimpiade Matematika untuk Anak Usia Dini

Olimpiade Matematika Untuk Anak Usia Dini, mungkinkah?

Saat ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan suatu metode pendidikan dengan cara mengikutkan anak didik mengikuti berbagai olimpiade, baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi, nasional, hingga di dunia.
Hal ini bertujuan:
Menjadi barometer sistem pendidikan Indonesia di kancah pendidikan secara nasional dan internasional.
Memacu peningkatan sistem pendidikan di Indonesia.
Menjadi kebanggaan bangsa jika siswa-siswinya dapat meraih juara di ajang nasional maupun internasional.

Mengingat hal-hal tersebut di atas, jika ingin berprestasi di ajang olimpiade internasional, khususnya olimpiade matematika, maka otoritas pendidikan di Indonesia haruslah mengembangkan suatu format ajang olimpiade matematika sejak anak berusia dini. Analog dengan sistem pembinaan olah raga, dimana negara-negara di dunia mengembangkan pembinaan atlit-atlit yang akan berlaga di ajang olimpiade sejak atlit tersebut berusia dini, maka pembinaan kecerdasan matematika haruslah dimulai sejak usia dini.
Masalahnya adalah, mungkinkah membina anak usia dini untuk mengikuti ajang olimpiade matematika? Matematika bagi sebagian anak merupakan sesuatu yang sangat sulit, bahkan menakutkan! Di sisi lain, dunia anak adalah dunia bermain.
Critical point yang dianjurkan para pakar pendidikan untuk melejitkan kecerdasan logis-matematis adalah menjadikan anak mencintai matematika. Mencintai matematika bagi anak-anak dengan pendekatan permainan matematika.
Dengan demikian, olimpiade matematika bagi anak usia dini haruslah:
1. mengandung unsur permainan.
2. menarik bagi anak usia dini
3. tidak memberatkan anak usia dini
4. anak tidak merasa tertekan atau terpaksa
5. menyenangkan dan memotivasi anak untuk berprestasi di bidang matematika.

Pendidikan Usia Dini

Upaya Preventif Corruption Mentality
Meskipun pemerintah telah bekerjakeras untuk memberantas praktek korupsi di jajaran birokrasi pemerintahan dari lapisan tertinggi, kementerian, DPR, hingga lapisan terbawah di tingkat kelurahan, namun nyatanya tingkat penyalahgunaan wewenang di Indonesia terbilang masih tinggi. Bahkan Huguette Labelle, Chairperson Transpareny International menempatkan Indonesia pada peringkat 126 dari 180 negara atau di atas negara Philipina, Laos, Kamboja dan Myanmar. Upaya sistematis pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK beserta jajarannya, terbukti tidak cukup memadai untuk memecahkan permasalahan yang telah kronis ini. Tidak sedikit pihak, melihat data-data dan fakta-fakta yang terjadi, menegaskan bahwa korupsi dengan segala bentuk dan modus operandinya, mensinyalir perilaku tersebut telah menjadi budaya yang melekat dalam masyarakat Indonesia.

Data dan fakta menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia memang sudah berlangsung lama, tercatat bahwa sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh budaya korupsi, baik dengan motif kekuasaan, kekayaan ataupun wanita. Hal ini terlihat dari perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari,Majapahit, Demak, Banten, dan lainnya, hal mana membuktikan bahwa kebiasaan menyalahgunakan wewenang dan berlaku curang mencerminkan adanya corruption mentality yaitu suatu watak atau tabiat yang melekat dalam kepribadian seseorang, dimana yang bersangkutan tidak lagi merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah perbuatan yang salah atau menyalahi peraturan dan ketentuan.

Bila korupsi memang telah menjadi suatu budaya dan mentalitas korupsi sungguh merupakan kenyataan yang menggambarkan keseharian masyarakat Indonesia, diperlukan suatu upaya pemecahan masalah dengan langkah-langkah yang tidak biasa. Guna mengatasi problematik yang telah akut tersebut, penting dirumuskan suatu terobosan-terobosan mendasar yang bersifat strategis dan integratif yang mengedepankan upaya preventif corruption mentality.

Dengan kata lain, perlu ditetapkan suatu kebijaksanaan dalam bidang pendidikan yang mampu melakukan perubahan fundamental di bidang mentalitas, melalui suatu strategi integrasi pendidikan korupsi ke dalam pendidikan anak usia dini, namun strategi integrasi tersebut tetap mempertimbangkan bahwa anak-anak haruslah tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri berdasarkan tahapan-tahapan pembentukan kepribadian, baik secara fisik, spritiual, maupun tentunya mental. Sebagai langkah awal perlulah didesain suatu program pembelajaran untuk anak usia dini yang di dalamnya mengandung muatan pendidikan korupsi dengan segala dampak dan upaya mengatasinya.

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio atau pembentukan. Masa ini juga sering dikatakan paling penting dalam perkembangan anak. Berlandaskan kenyataan itu, melalui pilihan strategi integrasi tersebut, maka akan dicapailah suatu sinergi yang memungkinkan anak didik tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul, cerdas, dan jauh dari mentalitas yang culas serta egoistis (corruption mentality). Anak didik akan memiliki tabiat yang bertanggungjawab , paham memilah mana hak dan kewajiban, serta bertindak dengan mematuhi aturan hukum, etika, dan ketentuan-ketentuan sosial lainnya.
Program-program di atas, diyakini dapat menjadi jawaban yang bersifat fundamental guna mengatasi perilaku korupsi yang dianggap telah menjadi budaya dan cenderung melekat dalam mentalitas masyarakat Indonesia. Strategi integrasi ini bersifat strategis, karena subyeknya adalah anak-anak, dimana keberhasilan programnya baru dengan valid dapat dibuktikan melalui perubahan perilaku secara umum dan mendasar. Evaluasi untuk mengetahui indikasi tersebut, dapat ditelaah dan dikaji selaras dengan tahapan-tahapan perkembangan kepribadian dari anak hingga kelak tumbuh menjadi sosok dewasa sejalan dengan peran dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat.

PAUD

Berita: Sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 28 /PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang Penggunaan Nama Domain go.id Untuk Situs Web Resmi Pemerintah Pusat dan Daerah, maka terhitung mulai 3 Februari 2009 alamat situs web Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo pindah menjadi www.kulonprogokab.go.idemail : admin@kulonprogokab.go.idUntuk kepentingan sosialisasi, alamat www.kulonprogo.go.id tetap dapat diakses sampai Mei 2009.Demikian juga dengan Forum Binangun, mulai 3 Maret 2009 pindah alamat ke www.kulonprogokab.go.id/forum

Selamat datang, Pengunjung. Silahkan masuk atau mendaftar.Lupa email aktivasi Anda?

Forum Binangun Kategori Umum Kulon progo & pemerintahan Urun Rembug Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
0 Anggota dan 1 Pengunjung melihat topik ini.

PAUD

Pendidikan Anak Usia DiniINFORMASI:Biaya ProgramLokasi Fitz Kindergarten BekasiPendaftaran PAUD
DETEKSI DINI TERHADAP ANAK-ANAK BERBAKAT
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.

Tanda-tanda Umum Anak BerbakatSejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.
Informasi Harga Program
Pelayanan bagi Anak BerbakatMengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu: (1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:1) Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk: (1) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun (2) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja. Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Informasi Harga Program
Pergaulan Anak BerbakatAnak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.Di dalam keluarga pun oran gtua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.
Sumber: http://bruderfic.or.id/h-63
Informasi Pendaftaran & Biaya Program
Posted by Program JERMANclub at 2:31 AM 0 comments

pendidikan informal

Sistem Pendidikan Nasional (sebaiknya Anda tahu!)
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yangberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
.: Jalur PendidikanJalur pendidikan terdiri atas:1. pendidikan formal,2. nonformal, dan3. informal.
Jalur Pendidikan FormalJenjang pendidikan formal terdiri atas:1. pendidikan dasar,2. pendidikan menengah,3. dan pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan mencakup:1. pendidikan umum,2. kejuruan,3. akademik,4. profesi,5. vokasi,6. keagamaan, dan7. khusus.
Pendidikan DasarPendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas:1. pendidikan menengah umum, dan2. pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:1. Sekolah Menengah Atas (SMA),2. Madrasah Aliyah (MA),3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:1. akademi,2. politeknik,3. sekolah tinggi,4. institut, atau5. universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:1. pendidikan kecakapan hidup,2. pendidikan anak usia dini,3. pendidikan kepemudaan,4. pendidikan pemberdayaan perempuan,5. pendidikan keaksaraan,6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,7. pendidikan kesetaraan, serta8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:1. lembaga kursus,2. lembaga pelatihan,3. kelompok belajar,4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
.: Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:1. Taman Kanak-kanak (TK),2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:1. Kelompok Bermain (KB),2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
.: Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
.: Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:1. pendidikan diniyah,2. pesantren,3. pasraman,4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
.: Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Daftar Istilah
PendidikanUsaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasionalPendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sistem pendidikan nasionalKeseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Peserta didikAnggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Jalur pendidikanWahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Jenjang pendidikanTahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenis pendidikanKelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Satuan pendidikanKelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan formalJalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformalJalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan informalJalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan anak usia diniSuatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan jarak jauhPendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Standar nasional pendidikanKriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wajib belajarProgram pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Warga NegaraWarga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
MasyarakatKelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
PemerintahPemerintah Pusat.
Pemerintah DaerahPemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
MenteriMenteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
Sumber: Depdiknas

Pendidikan informal

Pendidikan Informal di Yaman
, , , ...
Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuuri ditanya.Soal:“Ada seorang yang berwala’ kepada ahlul bid’ah dan bersikap toleran dengan mereka dan berdalil untuk membenarkan perbuatannya tersebut dengan ayat Allah yang artinya, “Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik” (Fusilat 34)Jawab:“Ini adalah cara berdalil orang yang tidak mengerti dalil, hingga menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk berbasa-basi dengan ahlul bid’ah.
Ahli Tafsir berkata, :Ayat Allah (artinya): “Tiba-tiba orang yang antara kamu dengannya ada perselisihan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik.” (Maksudnya tolaklah kejahilan orang jahil, kedengkian orang yang dengki dan kedholiman lainnya yang menimpamu, (dengan cara yang lebih baik).Ketika Rasulullah shallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam berkata kepada Sa’ad bin Ubadah radhiallahu 'anhu menyampaikan apa yang dilakukan Abul Hubab Abdullah bin Ubay bin Salul, “Tahukah kamu apa yang dilakukan Abul Hubab? Sa’ad menjawab: “Jangan hiraukan dia dan biarkanlah dia wahai Rasulullah”Turunlah ayat (yang artinya):“Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah mendatangkan perintahNya”Allah berfirman kepada nabiNya, (artinya):“Jadilah engkau seorang yang pema’af, perintahlah orang melakukan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang bodoh”Allah berfirman juga (artinya):“Jika orang-orang jahil menyapa mereka, mereka menjawab dengan ucapan yang baik”Konteks ayat ini, Allah memuji dan menyanjung mereka (karena sifat-sifat yang ada pada mereka). Dan ini dimungkinkan. Maksudnya adalah sabar dalam menghadapi gangguan mereka.
Nabi shallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam berkata:“Tidaklah menimpa seoran muslim rasa capek, rasa sakit, sedih dan gundah gulana, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan hapuskan dosa kesalahannya.”Sabar dalam menghadapi gangguan orang-orang bodoh adalah sifat yang terpuji.Tapi berdalil dengan ayat ini untuk berbasa-basi dengan ahlul bid’ah, demi Allah, adalah satu kedunguan dan pengkaburan al haq.

Pendidikan Informal

PAUD Muslimat NU Berstandar Internasional

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Untuk meningkatkan kompetensi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Lathifah milik Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menerapkan metode pembelajaran beyond centers and circle time (BCCT) dan berstandar internasional.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU Hj. Khofifah Indar Parawansa usai menghadiri pembukaan pelatihan keaksaraan fungsional (KF) dan loka karya pertanian yang digelar Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Provinsi Lampung di Wisma Bandar Lampung, Kamis (7-6). Hadir Direktur Jenderal (Dirjen) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian Djoko Said, Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Provinsi Lampung Ellya Muchtar dan puluhan pejabat teras, organisasi wanita dan 1.200 anggota Muslimat NU se-Lampung.
Pada kesempatan itu Khofifah juga meresmikan PAUD Lathifah di Jalan W.R. Supratman, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.
Selanjutnya Khofifah menjelaskan fokus metode pembelajaran BCCT dengan mengajak anak-anak lebih aktif, inovatif, dinamis, partisipasif, dan agamais dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Yakni mulai dari proses belajar mengajar hingga alat permainan edukatif (APE) dikemas sedemikian rupa sehingga anak-anak makin kreatif dan inovatif. Misal saja, mulai dari tempat duduk dan meja harus ditata sedemikian rupa dengan posisi melingkar. Sehingga anak-anak diajak berdiskusi tentang berbagai hal juga mengenal huruf dan angka, serta cara menghitung dan membaca yang dikemas secara rekreatif. Sesuai pembelajaran PAUD yakni belajar sambil bermain. "Jadi, tak hanya TK dan raudhatul athfal (RA) saja yang berstandar internasional, tapi juga PAUD Muslimat NU."
Selanjutnya ia menjelaskan, saat ini, Muslimat NU memiliki 2.224 PAUD, dari jumlah tersebut terbanyak di Jawa Timur (Jatim). "Di Lamongan, Jatim, kami memiliki 560 PAUD. Bahkan PAUD Tarahan di Kalimantan Timur, Batam, dan Sidoardjo menjadi PAUD percontohan," ujar dia.
Tahun ini, ia menargetkan setiap anak cabang (kecamatan) dan ranting (kelurahan) memiliki PAUD.
Muslimat NU juga memiliki 9.800 taman kanak-kanak (TK) dan 11.900 taman pendidikan Alquran (TPA), dan 32 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai pelosok Tanah Air.
Sementara, Ketua PW Muslimat NU Provinsi Lampung Hj. Hariyanti Syafrin
menjelaskan PW Muslimat NU memiliki PAUD, TK/RA, taman pendidikan agama (TPA), taman pendidikan Quran (TPQ) di bawah naungan Yayasan Al Ma'arif yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Djoko Said mengaku salut atas komitmen Muslimat NU dalam membantu pemerintah baik di bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, dan sebagainya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Provinsi Lampung Ellya Muchtar. "Sebagai underbouw dari ormas NU, ternyata kiprah Muslimat NU sangat banyak. Tak hanya meningkatkan pendidikan dan dakwah, tapi juga pemberdayaan perempuan," ujar dia.

pendidikan informal


(Jakarta) - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) menilai alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen ada ketimpangan. Pasalnya, seluruh dana tersebut hanya dikucurkan pada sektor pendidikan formal, padahal pendidikan tidak serta merta ada di struktur formal.
"Semangatnya UUD 1945, 20 persen alokasi anggaran diterjemahkan untuk pendidikan, jadi sepenuhnya untuk depdiknas. Padahal struktur pendidikan ada formal, informal dan non formal," jelas Erman pada wartawan dalam Rakor Nasional Depnakertrans tahun 2008 di Jakarta, Selasa (26/8).
Menteri menguraikan, untuk pendidikan formal memang menjadi tanggung jawab departemen pendidikan nasional, sedangkan informal ada di depnakertrans. "Dan untuk sektor pendidikan nonformal biasanya ada di masyarakat," ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, sektor pendidikan yang perlu dibantu adalah pendidikan informal. Misalnya, ada pelatihan untuk pengangguran, tapi dananya tidak ada yang dialokasikan untuk pendidikan semacam ini. Kemudian, ada sekelompok masyarakat yang ingin mengadakan pelatihan jurnalistik profesional, anggaran dana juga tidak ada.Jika semua anggaran 20 persen hanya dialokasikan untuk depdiknas, Erman menegaskan, "Itu artinya politik anggaran UUD 1945 tidaklah tepat," tandasnya.

pendidikan informal

Pendidikan Informal Akan Diintegrasikan
Jakarta, Sinar HarapanUntuk menyesuaikan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, Departemen Pendidikan Nasional berencana mengintegrasikan pendidikan informal dengan pendidikan formal pada tingkat sekolah menengah. Pendidikan informal, menurut Mendiknas Bambang Sudibyo, lebih memenuhi kebutuhan masyarakat (demand driven). Karena itu, jika lulusan sekolah menengah juga dibekali dengan pendidikan informal, mereka akan lebih memenuhi kebutuhan dunia kerja.Demikian disampaikan Mendiknas Bambang Sudibyo seusai membuka rapat kerja nasional Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) di Jakarta, Senin (20/12). ”Pelan-pelan, sekolah menengah kita dorong untuk menerapkan sistem kredit supaya hasil-hasil kursus pendidikan informal bisa ditransfer ke pendidikan formal. anak-anak SMA kita dengan demikian bisa memiliki keterampilan, kecakapan hidup yang bisa mereka peroleh dari pendidikan informal,” ujar Bambang Sudibyo. Sebagai langkah awal, pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah yang berisi pengakuan terhadap pendidikan informal dan mengatur bagaimana mentransfer hasil pendidikan informal kepada pendidikan formal. AkreditasiLembaga-lembaga pendidikan informal yang bisa diintegrasikan ke dalam pendidikan formal, lanjut Bambang, sebelumnya harus melalui proses akreditasi melalui badan-badan yang ditunjuk oleh Depdiknas. Saat ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) Depdiknas sudah memiliki sejumlah badan yang bisa dikembangkan menjadi lembaga yang menangani akreditasi. ”Tentunya, nanti ada proses akreditasi. Kalau pemerintah bermaksud mentransfer pendidikan informal ke pendidikan formal, pemerintah memiliki kebutuhan untuk mengontrolnya melalui akreditasi. Kita sudah memiliki beberapa lembaga yang selama ini mengembangkan program kecakapan hidup. Saya kira itu bisa menjadi embrio lembaga yang akan menangani akreditasi,” katanya. Mengenai pendidikan informal seperti apa yang akan diintegrasikan ke dalam pendidikan formal, Bambang mengatakan bahwa hal itu terserah pada ma-sing-masing sekolah. Sesuai UU Sisdiknas, kurikulum efektif diramu oleh masing-masing sekolah sedangkan pemerintah hanya memberikan garis besarnya saja. Bambang dalam kesempatan sama juga mengatakan bahwa pendidikan informal yang saat ini kualitasnya sudah bagus dan bisa langsung diintegrasikan dengan pendidikan formal antara lain adalah pendidikan informal yang diberikan oleh lembaga-lembaga yang berada di bawah Dirjen PLSP Depdiknas. Jumlah lembaga pendidikan informal di bawah Dirjen PLSP saat ini 2500, dengan jenis kursus 131. (rhu)

Copyright © Sinar Harapan 2003

pendidikan non formal


Jakarta ( Berita ) : Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, di Jakarta, Selasa [13/11] , mengatakan anggaran untuk pendidikan dasar non-formal terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan tahun 2008 pemerintah telah menyiapkan dana Rp2,5 triliun.
“Pada tahun 2005 anggaran sektor ini hanya Rp1,4 triliun, lalu naik di tahun 2006 jadi Rp2,1 triliun, dan tahun 2007 Rp2,4 triliun,” kata Bambang usai rapat di Kantor Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).
Dalam kesempatan itu Mendiknas menjelaskan program-program pendidikan dasar non-formal bertujuan menjangkau kawasan terpencil yang banyak memiliki angka putus sekolah, dan diharapkan lewat program ini kemiskinan bisa dikurangi.
“Pendidikan dasar non-formal terdiri atas pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan,” ujar Bambang dan menambahkan, “Keduanya mengajarkan baca-tulis dan pelatihan keterampilan kecakapan hidup serta bantuan sedikit dana modal usaha.”
Ia menegaskan, target utama program ini adalah mereka yang putus sekolah dan hidup di pedesaan terpencil atau sulit mendapat akses ke kota.
“Dengan dana Rp2,5 triliun, kami perkirakan program bisa dinikmati oleh sekitar 12 juta orang di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Menurut data Departemen Pendidikan Nasional, program pendidikan non-formal telah mencatatkan keberhasilan yang signifikan dalam hal penurunan angka buta huruf dan pengangguran.
“Sekitar 80 persen peserta didik program keaksaraan berhasil membentuk Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan mereka mandiri walaupun tetap butuh bantuan modal,” tambahnya.
Sejak program ini digulirkan pada tahun 2004 di enam kabupaten di Indonesia, lanjut Bambang, sekitar 82 persen peserta program sudah bisa mandiri dengan bidang usaha yang ditekuni.
Bank Dunia pun berniat memberikan hibah 143 juta dolar Amerika dan pinjaman lunak 100 juta dolar untuk mendukung program ini, ujar Mendiknas.
Angka buta aksara di Indonesia terus menunjukkan penurunan, pada Oktober 2007 tercatat tinggal 11 juta orang atau 7,2 persen populasi berusia di atas 15 tahun yang tidak bisa baca tulis. Angka itu jauh lebih rendah daripada data tahun 2004 yang 10,2 persen. “Keberhasilan program keaksaraan di Indonesia ini sangat diapresiasi UNESCO, bahkan dijadikan percontohan buat negara-negara lain,” kata Bambang. ( ant )
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.

pendidikan non formal

Pendidikan Luar Sekolah : Sebuah Alternatif

Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS). Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah.
Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi.
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah :
Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;
Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;
Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan
Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Riau.
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :
Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;
Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;
Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.
Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;
Pembinaan kelembagaan PLS;
Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
Meningkatkan fasilitas di bidang PLS.

Semangat Otonomi Daerah PLS memusatkan perhatiannya pada usaha pembelajaran di bidang keterampilan lokal, baik secara sendiri maupun terintegrasi. Diharapkan mereka mampu mengoptimalkan apa yang sudah mereka miliki, sehingga dapat bekerja lebih produktif dan efisien, selanjutnya tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka peluang kerja. Pendidikan Luar Sekolah menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri..
Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama. . Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan.
Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan. PLS menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..Semoga. Saya Isjoni setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
.

pendidikan non formal

Pendidikan Non Formal Sangat Dibutuhkan

Masyarakat masih menilai bahwa pendidikan non formal hanya menjadi pelengkap pendidikan formal. Namun persepsi itu sama sekali tidak benar karena pendidikan non formal justru menjadi bagian bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan lainnya.
“Pendidikan non formal juga sebagai pengganti, penambah, serta sebagai pelengkap pendidikan formal, dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat,” kata Wakil Wali Kota Jakarta Timur Terman Siregar, saat membuka kegiatan ekspose hasil pendidikan non formal (PNF), di Ruang Serba Guna kantor walikota setempat, Senin (10/9).
Menurut Terman, kegiatan ekspose hasil PNF tersebut bertujuan agar semua unsur masyarakat dapat melihat sampai sejauhmana keberhasilan yang sudah dicapai dalam pembinaan yang dilakukan Sudin Dikmenti Jakarta Timur, khususnya di bidang pendidikan non formal.
“Saat ini telah banyak hasil yang dicapai, seperti kursus-kursus keterampilan untuk meningkatkan kemampuan para ibu, terutama di bidang kecantikan, tata boga, jahit menjahit dan merangkai bunga,” katanya.
Terman juga berharap agar kegiatan ekspose hasil PNF tidak hanya dilakukan kali ini saja, tetapi juga dilakukan secara berkesinambungan di masa-masa mendatang. “Kita akan senantiasa mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini pada masa yang akan datang karena bermanfaat bagi peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Panitia Penyelenggara PNF Fahrul Rozi, ekspose hasil PNF ini merupakan kegiatan kali pertama yang dilakukan di Jakarta Timur sebagai pengganti kegiatan-kegiatan sebelumnya untuk memperingati Hari Aksara Internasional.
Kegiatan ini, menurutnya, dirasakan lebih membumi karena untuk memberikan perwujudan nyata kepada masyarakat secara luas. "Pendidikan non formal masih ada dan tetap eksis serta akan menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan lainnya," ucap Fahrul.
Hadir dalam kegiatan yang bertema “Menghasilkan Lulusan PNF Yang Bermutu dan Berkompetensi Dalam Menyongsong Masa Depan” ini, Kasudin Dikmenti Jakarta Timur Suharyanto, Ketua Tim Penggerak PKK Jakarta Timur Ny. Sisca Abdul Halim, Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Yusuf Muhidin, dan para pejabat lainnya. Kegiatan ini juga dihadiri para peserta lomba yang berasal dari 10 kecamatan di wilayah tersebut.
Dalam acara itu ditampilkan berbagai kegiatan seperti lomba stand dan pameran, cepat tepat untuk paket A,B dan C, tata boga, tata rias pengantin, membuat seserahan pernikahan, senam poco-poco, make up malam, dan menjahit busana anak.(beritajakarta)

Tanggal 11 Sep 2007

pendidikan non formal

Korporatorial Pendidikan Non FormalHadirnya Lembaga Pendidikan Non Formal, Suatu Upaya Membuka Ruang Kesadaran Baru

Carut-marut dunia pendidikan Indonesia, sungguh tampil sebagai suatu realitas yang sangat memprihatinkan. Mahalnya biaya pendidikan yang tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas secara signifikan, tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai orientasi pendidikan yang sebenarnya sedang ingin dicapai.
Ironisnya, disaat beberapa negara tetangga terus berupaya keras melakukan peningkatan kualitas pada sektor pendidikan, banyak pihak di negara ini justru menempatkan pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Tak mengherankan bahwa ketika banyak pihak mengejar pendidikan dari sisi kuantitas, tentu menimbulkan berbagai macam konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan.
Parahnya lagi, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Menanggapi kondisi yang seperti ini, Paulus Wisnu Anggoro, Direktur UAJY-Delcam Traning Center, menuturkan bahwa banyak dari kalangan industri yang menjadi kliennya mengeluhkan keterbatasan skill yang dimiliki oleh para lulusan perguruan tinggi, sehingga mau tidak mau seorang fresh graduate harus dilatih dari awal lagi. Ini pemborosan untuk pihak perusahaan sebagai user lulusan perguruan tinggi.
Dihadapkan pada kompleksnya situasi seperti yang dijabarkan diatas, kini banyak lembaga pendidikan non formal berupaya menempatkan diri sebagai alternatif solusi permasalahan diatas. Dengan tawaran sifat aplikatif dan biaya yang relatif lebih murah, banyak lembaga pendidikan non formal terbukti mampu menghasilkan lulusan yang sama kualitasnya bahkan lebih handal dari pada lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan formal dalam menghadapi persaingan.
Dalam situasi demikian, makna dibalik fenomena bermunculannya lembaga pendidikan non formal sebenarnya lebih ingin memberikan ruang kesadaran baru pada masyarakat, bahwa upaya pendidikan bukan sekedar kegiatan untuk meraih sertifikasi atau legalitas semata. Lebih daripada itu, upaya pendidikan sejatinya merupakan kegiatan penyerapan dan internalisasi ilmu, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa peningkatan taraf kehidupan bagi individu maupun masyarakat dalam berbagai aspek.
Fleksibilitas waktu
Keunggulan lain yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal sebenarnya ada pada fleksibilitas waktu yang dimiliki. Selain bisa dijalankan secara manunggal, pendidikan non formal bisa dijalankan pula secara berdampingan dengan pendidikan formal. Tak mengherankan apabila belakangan lembaga pendidikan non formal tumbuh dengan pesat, berbanding lurus dengan tingginya minat masyarakat terhadap jenis pendidikan tersebut.
Tidak hanya itu, lembaga pendidikan non formal juga berpeluang untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Hal ini terbukti dari banyaknya lembaga pendidikan non formal seperti ADTC dan Macell Education Center (MEC) yang siap menyalurkan lulusan terbaiknya ke berbagai perusahaan rekanan. Ini merupakan tawaran yang patut dipertimbangkan ditengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang ini.
Antonius Sumarno selaku Branch Manager English Language Training International (ELTI) Yogyakarta, juga menuturkan bahwa kemunculan lembaga pendidikan non formal seperti lembaga pelatihan bahasa misalnya, sebenarnya tidak hanya berfungsi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Setidaknya dengan penguasaan bahasa asing, individu akan dimudahkan dalam melakukan penyerapan berbagai ilmu pengetahuan yang saat ini hampir semua referensi terbarunya hanya tersedia dalam bahasa asing. Selanjutnya keunggulan tersebut dapat pula memperluas peluang individu dalam menangkap berbagai kesempatan.
Hebatnya lagi, tersedia pula lembaga pendidikan non formal yang tidak hanya membekali lulusannya dengan ilmu, namun juga membekali sikap kemandirian yang mendorong terciptanya kesempatan untuk berwirausaha. Ini merupakan bukti nyata upaya memperkuat struktur riil perekonomian masyarakat yang belakangan makin terpuruk. Disaat banyak orang kebingungan mencari pekerjaan, banyak lulusan lembaga pendidikan non formal yang menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun dibalik semua keunggulan dan variasi lembaga pendidikan non formal yang tersedia, kejelian masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan non formal sebagai wahana untuk mengasah keterampilan dan menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan penting untuk dipertahankan. Indikator yang paling sederhana adalah seberapa besar kesesuian bidang pelatihan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal dengan minat maupun bidang yang saat ini kita geluti.
Tujuannya, tentu tidak lain supaya keahlian yang didapatkan dari pelatihan lembaga pendidikan non formal dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi minat dan dunia yang kita geluti, serta meningkatkan keunggulan kompetitif yang kita miliki. Lebih lanjut, kejelian dalam memilih juga berfungsi pula agar investasi finansial yang telah ditanamkan tidak terbuang percuma karena program yang sedang dijalani "terhenti di tengah jalan".