Selasa, Mei 26, 2009

Pendidikan Keagamaan

LP MAARIF NU JATIM TOLAK SE DEPAG
Pelajaran Keagamaan Hanya 10 Persen

Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menolak keras Surat Edaran No DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Madrasah Departemen Agama (Depag) Pusat. Pasalnya, dalam SE ini dinilai telah menghilangkan ciri khas madrasah dengan melakukan pengurangan jam pelajaran materi keagamaan.

Ketua PW LP Ma’arif NU Jatim, Saerozi MPd menjelaskan, pendidikan madrasah yang identik dengan pendidikan keagamaan keislaman yang selama ini dan menjadi ciri khas pendidikan kegamaan. “Kalau dalam SE itu yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 22 dan No 24 tahun 2006 tentang standar isi hanya memberikan jam pelajaran pendidikan keagamaan sekitar 10 persen. Padahal di Madrasah jam pelajaran keagamaan semestinya mencapai 30 persen. Ini kan aneh,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, SE tersebut sudah bertentangan dengan keputusan Menteri Agama yang memberikan peluang 30 persen untuk jam pelajaran keagamaan sebagai pelajaran inti. “Itu pun dibagi-bagi. Seperti Akhlaq, Al-Quran Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan ilmu keagamaan lainnya. Ini sudah termasuk pengkikisan terhadap ciri khas pendidikan madrasah sendiri,” terangnya.

Untuk itu, PW LP Maarif NU Jatim berharap pada Depag pusat dan provinsi untuk meninjau ulang dengan keputusan tersebut. Sebab, PW LP Maarif NU Jatim menilai munculnya SE ini ada upaya untuk menghapus dan mengkikis ciri khas umat Islam sebagai eksistensi pendidikan agama.

“Kami takut ke depan. Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) hanya tinggal nama saja dan lambat laun pendidikan agama sudah tidak dipakai lagi. Jangan sampai muatan mata pelajaran pendidikan agama di Madrasah jauh lebih besar dari pendidikan umum,” terang Saerozi.

Padahal kebanyakan orangtua siswa mensekolahkan anak didiknya ke madrasah supaya mendapat bimbingan keagamaan dan menjadi anak yang sholeh yang mengerti soal agama. “Jangan sampai persepsi masyarakat seperti ini hilang. Ini yang harus kita jaga. Kami harap persoalan ini ditinjau ulang. Bila perlu di hapus saja SE ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kalau dalam SE tersebut jelas-jelas bertentangan dengan keputusan Menag. Hal ini dapat dilihat dengan rencana penghapusan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) yang menjadi pendidikan madrasah untuk dialihkan menjadi program keagamaan sebagaimana program lainnya. “Ini sudah tidak sesuai. Jika ini terjadi secara otomatis komposisi jam pelajaran keagamaan juga akan terkikis atau semakin sedikit dari jam pelajaran semula,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar