Sentra Pendidikan Layanan Khusus Ditambah  BANDUNG, KOMPAS - Pada tahun 2007, pemerintah berencana menambah dan  mengembangkan sentra pendidikan layanan khusus, terutama di wilayah-wilayah  bekas bencana, terpencil, dan perbatasan. Upaya ini merupakan bagian penuntasan  wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya dari jalur pendidikan luar  biasa. Hal tersebut disampaikan Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat  Jenderal Dikdasmen Depdiknas, Eko Djatmiko, ditemui di sela-sela acara Spirit,  ”Kreasi Gemilang Anak-anak Luar Biasa Indonesia", di Bandung, Kamis  (16/11). Acara tahunan ini menghadirkan ratusan anak-anak berkebutuhan khusus  dari 33 provinsi se-Indonesia. Eko menjelaskan, sentra-sentra pengembangan yang dimaksud diantaranya wilayah  Nunukan (Kalimantan Timur), Natuna (Kepulauan Riau), Sangihe Talaud (Sulawesi  Utara), dan Rondo (NAD). Daerah-daerah yang menjadi pilot project ini dipilih  berdasarkan permintaan dan analisis kebutuhan daerah. ”Program (pendidikan layanan khusus atau PLK) ini memang terbilang baru.  Setahun terakhir bergulirnya. Sesuai dengan UU Sisdiknas, khususnya Pasal 31,  PLK ini ditujukan bagi siswa-siswa yang berada di daerah pelosok, terpencil,  komunitas adat terpencil (KAT), daerah konflik, maupun bekas bencana alam,”  ungkapnya. Berbeda dengan pendidikan luar sekolah (PLS), sasaran PLK ini adalah  siswa-siswa usia wajar dikdas 9 tahun. Keunikan dari program ini, metoda  pengajarannya tidak melulu bersifat akademis atau kognitif. Melainkan, dipadukan  dengan pembekalan life skill yang tentunya disesuaikan potensi anak didik. Tahun 2006 ini, PLK ini diujicobakan di sedikitnya 12 daerah yang ada di  tanah air, diantaranya Lampung, Medan, Batam, Makassar, Sulawesi Tengah dan  Mataram. Di antara sejumlah sentra, lokasi pengungsian di Atambua (Nusa Tenggara  Timur) dan KAT Suku Anak Dalam (Jambi) menjadi salah satu indikator keberhasilan  program. Menurut Eko, program strategis ini diharapkan bisa efektif membantu  pencapaian target wajar dikdas, khususnya di daerah yang sulit terjangkau  pendidikan jalur reguler. ”Tahun 2006 ini, saya berutang 54.000 anak difabel  usia sekolah (wajar dikdas) yang tidak bersekolah. Padahal, jumlah ini baru  sepertiga dari seluruh siswa pendidikan khusus,” ujarnya kemudian. Anggaran ditingkatkan Untuk mendukung rencana tersebut, Depdiknas mengimbanginya dengan pengajuan  penambahan alokasi anggaran dalam APBN 2007 mendatang. Kenaikannya, mencapai 35  persen dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi Rp 365 miliar. Dari total Rp 365  miliar anggaran PSLB, 30 persen diantaranya ditujukan untuk PLK. Agus Prasetyo, penanggung jawab sebuah PLK yang beroperasi di daerah bencana  khususnya NAD, menyambut baik penambahan alokasi anggaran tersebut. ”Ini  tentunya sangat baik. Bisa mendukung operasional dan pengembangan kualitas  tutor. Apalagi, selama ini kegiatan (PLK) ini sifatnya sukarela. Padahal,  jangkauan daerah sangat luas,” ucapnya.(JON)   
Jumat, April 03, 2009
Pendidikan Layanan Khusus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar