PENDIDIKAN KHUSUS - PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

Dalam Kajian Penyediaan Sumber Daya Manusia

Oleh: Hermanto SP

Berpijak dari Undang-Undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pasal 32 ayat (1) pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, juga pada ayat (2) pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Antara ayat yang satu dengan ayat kedua tentu memiliki makna dan tujuan filosofis yang sangat jauh berbeda. Pada ayat satu memberikan tempat akan individu yang berkelainan sedangkan ayat dua lebih disebabkan karena suatu keadaan yang tidak saja datang dari kondisi pribadinya.

Dari undang-undang tersebut tentu harus kita apresiasi dan dimaknai dengan secara positif, artinya dalam undang-undang tersebut berarti telah memberi arah, mengakomodasi dan memberikan ruang pada orang-orang atau individu yang berkebutuhan khusus dan individu yang membutuhkan layanan khusus. Secara kebahasaan tentu makna gramatikalnya mengandung arti yang jauh dari kesamaan antara berkebutuhan khusus (Pendidikan Khusus) dengan individu dengan layanan khusus (Pendidikan Layanan Khusus). Dalam pemahaman secara kontekstual maupun dalam arti secara denotatifpun, dari dua frase tersebut tentu tidak dapat disejajarkan secara sepadan. Mengapa demikian, sebab pendidikan khusus adalah penghalusan makna dari pendidikan untuk anak-anak cacat atau berkelainan. Disini lebih menekankan pada individu dengan kondisi ketidak beruntungan yang disebabkan oleh adanya kondisi fisik, mental si individu. Dengan demikian jelaslah berbeda dengan sasaran dalam pendidikan layanan khusus di atas.

Dari dua ayat di atas yang kemudian menjadi dasar pijakan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Mandikdasmen Depdiknas dalam penyusunan kebijakan dan program-program tersebut, tentu memberikan konsekuensi bagi semua pihak. Prokontra pemikiran tersebut terutama di kalangan akademisi khususnya Jurusan Pendidikan Luar Biasa atau Pendidikan Khusus (PLB/PK) sebagai salah satu institusi yang bertanggungjawab dalam penyediaan sumberdaya manusia pendidik ataupun tenaga kependidikan dari akibat atau konsekuensi kebijakan direktorat PSLB tersebut. Dimana jurusan PLB/PK selama ini telah berkonsentrasi pada penyediaan guru-guru sebagai tenaga pendidikan di sekolah luar biasa atau pendidikan khusus tersebut. Untuk itulah dalam tulisan ini, selanjutnya akan mencoba menguraikan pemikiran-pemikiran tentang PK-PLK tersebut dari perspektif penyediaan ketenagaan atau sumberdaya manusianya.

Bentuk Layanan Pendidikan dalam PK-PLK


Bagi kita yang sudah terbiasa terjun dalam dunia pendidikan khusus ataupun bagi mahasiswa pendidikan khusus, tentu bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini tentu tidak asing lagi. Sekedar mengikatkan kembali dalam pikiran kita, bahwa bentuk-bentuk layanan pendidikan khusus adalah sebagaimana sasaran dalam pendidikan khusus yaitu: 1. Anak dengan Hambatan Komunikasi, Interaksi dan Bahasa (HKIB), 2. Anak dengan Hambatan Persepsi, Motorik dan Mobilitas (HPMM), 3. Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku (HEP), dan 4. Anak dengan Hambatan Kecerdasan dan Akademik (HKA). Dimana dari keempat kelompok sasaran tersebut, dalam kehidupan sehari-hari kita kenal dengan istilah seperti tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, tunaganda, dan gifted talented. Begitu pula jenjang atau tingkatan pendidikan untuk mereka berada pada tingkat TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMLB untuk sekolah luar biasa ataupun sekolah reguler untuk program-program inklusi.

Bentuk layanan pendidikan dalam pendidikan khusus ini sebagaimana piramida layanan yang sering kita lihat sebagai berikut:

Tentu saja bentuk layanan pendidikan khusus bagi kita yang sudah terbiasa berkecimpung dalam layanan pendidikan luar biasa tentu tidaklah asing. Berbeda halnya dengan pendidikan layanan khusus, karena kita belum pernah berkecimpung secara langsung tentu masih sangat sulit untuk menggambarkan secara lengkap dan utuh mengenai bentuk layanan PLK tersebut. Namun demikian kita bisa lihat setidak-tidaknya bahwa PLK untuk saat ini diperuntukan bagi anak-anak di daerah terbelakang/terpencil/pulau-pulau kecil, masyarakat etnis minoritas, pekerja anak, anak TKI, SILN, pelacur anak/trafficking, lapas anak, anak jalanan, pengungsi (gempa, bencana, konflik). Dengan demikian untuk daerah tertentu atau anak dalam kelompok tertentu sebagaimana disebut dalam kebijakan di atas berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Dengan demikian yang dibutuhkan adalah lembaga atau institusi penyelenggara pendidikan yang menaungi untuk terjadinya proses belajar mengajar terkait dengan kondisi geografis atau keberadaan siindividu dimaksud.

PLK adalah perluasan garapan dari direktorat PSLB untuk menangani orang-orang yang tidak beruntung karena diluar faktor kondisi pribadi siindividu sebagaimana dalam PK. Dengan demikian PK-PLK mestinya merupakan dua divisi yang tidak saja dipisahkan namun merupakan dua devisi yang seharusnya tetap disejajarkan atau disetarakan diantara keduanya. Hanya saja yang menjadi persoalan, apakah perluasan garapan direktorat PSLB ini menguntungkan dalam pemfokusan pendidikan khusus atau justru menyamarkan sehingga tujuan pendidikan khusus yang telah dirintis oleh para pendahulu ini akan menjadi semakin kabur. Untuk menjawab semua ini tentu kita perlu berfikir makro dan visioner jauh ke depan, tidak saja karena saat ini ”diuntungkan” atau ”dirugikan”. Inilah tantangan profesionalitas kita orang-orang yang telah berkecimpung dalam dunia pendidikan khusus.


Sumber Daya Manusia dalam PK-PLK


Sumberdaya manusia, tantangan kedepan adalah profesionalisme dalam bidang keahlian dan kemampuan dalam jaminan mutu secara berkesinambungan yang efektif dan efisien. Apabila profesionalisme mampu kita tegakkan maka kepuasan pelanggan pendidikan dapat tercapai dan bagi institusi dapat membangun keberlanjutan organisasi (kaderisasi), kesehatan organisasi, dan kualitas organisasi pendidikan dapat dicapai. Dengan demikian peran sumberdaya manusia memegang peran penting dalam pengelolaan sebuah institusi termasuk dalam program PK-PLK ini. Dengan melihat latar belakang penyelenggaraan PK-PLK tentu ada dua titik yang berbeda diantara keduanya walaupun bila dilihat dari tujuannya tentu memiliki kesamaan yaitu memberikan hak yang sama dalam perolehan kesempatan pendidikan (education for all). Untuk itu bila kita lihat dari sudut pandang penyediaan sumberdaya manusia tentu antara PK dan PLK pun tidak dapat disamakan. Bagi PK, penyediaan sumberdaya manusianya selama ini lebih banyak dipersiapkan oleh jurusan atau program studi PLB/PKh dan didukung oleh beberapa prodi tertentu.

Antara PK-PLK tentu berbeda dalam penyediaan sumberdaya manusia untuk pengelolaan ataupun untuk penyelenggaraan PLK. Sebagaimana kita tahu bahwa untuk mensukseskan PK-PLK maka telah dibentuk adanya forum aliansi PK dan PLK dalam hal ini adalah ormas atau LSM, perguruan tinggi, P4G, LPMP, UPTD PLB, Assosiasi/Lembaga Keterampilan Hidup, SMK, Politeknik, Depkes, Depsos, Depnakertrans, Depdagri, Menpora, Depag, Pokja A, B, C, D, E, F, G, dan H, serta I, Yayasan/Federasi Kecacatan: a.l. ICEVI, Pertuni, Yayasan Mitra Netra, FNKCMI, FNKTRI, YPAC, PPCI, MPATI, ISDI, SOINA/Paralympic/ Deflympic, ASAPE, ISAPE, Dewan Pendidikan & Komite Sekolah dan sebagainya. Dengan demikian dalam penyediaan sumberdaya manusia PLK tidak saja dari pendidikan luar biasa akan tetapi sangat terbuka bagi semua disiplin ilmu untuk bisa masuk dalam program pengentasan dan mensukseskan PLK.

Untuk memahami lebih jauh tentang penyediaan SDM dalam PLK maka sebenarnya kita dapat mencermatinya dalam Visi, Misi, Tujuan dan Kelompok Sasaran PLK. Sebagai gambaran berikut dikutipkan Visi PLK yaitu: Terwujudnya pendidikan layanan khusus (PLK) yang bermutu kepada peserta didik yang berasal dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi sehingga menjadi manusia yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dengan mencermati visi PLK tersebut maka sangat jelas bahwa arah yang akan dicapai oleh PLK adalah perolehan hak pendidikan bagi anak-anak dari daerah terpencil, yang terkena bencana alam, ataupun bahkan anak-anak dengan ekonomi lemah. Dengan demikian sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaha penanganan PLK ini sangat kompleks, tidak saja orang-orang yang menguasai berbagai keilmuan namun juga terkait dengan orang-orang yang memiliki strategi, kemauan, benar-benar terpanggil dan siap terjun ke daerah-daerah atau lokasi sebagaimana adanya. Ini artinya sumberdaya yang diperlukan dalam penyediaan penyelenggaraan PLK menjadi sangat luas, bisa saja orang-orang dengan disiplin ilmu kependidikan tertentu seperti bidang studi ataupun sumberdaya manusia dengan disiplin ilmu umum tetapi juga dapat yang praktis.

Terkait dengan penyediaan sumberdaya bagi PK-PLK, tentu tidaklah menjadi permasalahan bagi kita, karena selama ini penyediaan SDM PK sudah sangat jelas yaitu dari Jurusan atau Program Studi PLB/PK. Dengan demikian yang menjadi pertanyaan bagi kita, adalah penyediaan SDM bagi PLK. Tentu saja penyediaan SDM PLK sudah terjawab sebagaimana disinggung di atas. Namun apakah kita akan menjadi tamu di rumah sendiri dalam penyediaan SDM dalam PLK ini? “Inilah tantangan bagi kita!” Mengapa demikian, sebab PLK berada dalam payung direktorat PSLB sedangkan sumberdaya manusia yang dibutuhkan sangatlah luas. Dengan demikian apabila kita yang sudah terlanjur cinta dengan PK ini tidak bangkit dengan meng-up grad kemampuan, keahlian bahkan mencoba melakukan reorientasi maka jangan salahkan kalau kita benar-benar menjadi tamu di rumah sendiri dalam penyediaan SDM PLK khususnya. Apalagi kalau kita tidak mulai membangun ikatan emosional keilmuan dalam wadah profesi kita, tentu ini akan semakin memperpuruk posisi kita!