Kamis, Maret 19, 2009

Pendidikan Usia Dini

Upaya Preventif Corruption Mentality
Meskipun pemerintah telah bekerjakeras untuk memberantas praktek korupsi di jajaran birokrasi pemerintahan dari lapisan tertinggi, kementerian, DPR, hingga lapisan terbawah di tingkat kelurahan, namun nyatanya tingkat penyalahgunaan wewenang di Indonesia terbilang masih tinggi. Bahkan Huguette Labelle, Chairperson Transpareny International menempatkan Indonesia pada peringkat 126 dari 180 negara atau di atas negara Philipina, Laos, Kamboja dan Myanmar. Upaya sistematis pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK beserta jajarannya, terbukti tidak cukup memadai untuk memecahkan permasalahan yang telah kronis ini. Tidak sedikit pihak, melihat data-data dan fakta-fakta yang terjadi, menegaskan bahwa korupsi dengan segala bentuk dan modus operandinya, mensinyalir perilaku tersebut telah menjadi budaya yang melekat dalam masyarakat Indonesia.

Data dan fakta menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia memang sudah berlangsung lama, tercatat bahwa sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh budaya korupsi, baik dengan motif kekuasaan, kekayaan ataupun wanita. Hal ini terlihat dari perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari,Majapahit, Demak, Banten, dan lainnya, hal mana membuktikan bahwa kebiasaan menyalahgunakan wewenang dan berlaku curang mencerminkan adanya corruption mentality yaitu suatu watak atau tabiat yang melekat dalam kepribadian seseorang, dimana yang bersangkutan tidak lagi merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah perbuatan yang salah atau menyalahi peraturan dan ketentuan.

Bila korupsi memang telah menjadi suatu budaya dan mentalitas korupsi sungguh merupakan kenyataan yang menggambarkan keseharian masyarakat Indonesia, diperlukan suatu upaya pemecahan masalah dengan langkah-langkah yang tidak biasa. Guna mengatasi problematik yang telah akut tersebut, penting dirumuskan suatu terobosan-terobosan mendasar yang bersifat strategis dan integratif yang mengedepankan upaya preventif corruption mentality.

Dengan kata lain, perlu ditetapkan suatu kebijaksanaan dalam bidang pendidikan yang mampu melakukan perubahan fundamental di bidang mentalitas, melalui suatu strategi integrasi pendidikan korupsi ke dalam pendidikan anak usia dini, namun strategi integrasi tersebut tetap mempertimbangkan bahwa anak-anak haruslah tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri berdasarkan tahapan-tahapan pembentukan kepribadian, baik secara fisik, spritiual, maupun tentunya mental. Sebagai langkah awal perlulah didesain suatu program pembelajaran untuk anak usia dini yang di dalamnya mengandung muatan pendidikan korupsi dengan segala dampak dan upaya mengatasinya.

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio atau pembentukan. Masa ini juga sering dikatakan paling penting dalam perkembangan anak. Berlandaskan kenyataan itu, melalui pilihan strategi integrasi tersebut, maka akan dicapailah suatu sinergi yang memungkinkan anak didik tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul, cerdas, dan jauh dari mentalitas yang culas serta egoistis (corruption mentality). Anak didik akan memiliki tabiat yang bertanggungjawab , paham memilah mana hak dan kewajiban, serta bertindak dengan mematuhi aturan hukum, etika, dan ketentuan-ketentuan sosial lainnya.
Program-program di atas, diyakini dapat menjadi jawaban yang bersifat fundamental guna mengatasi perilaku korupsi yang dianggap telah menjadi budaya dan cenderung melekat dalam mentalitas masyarakat Indonesia. Strategi integrasi ini bersifat strategis, karena subyeknya adalah anak-anak, dimana keberhasilan programnya baru dengan valid dapat dibuktikan melalui perubahan perilaku secara umum dan mendasar. Evaluasi untuk mengetahui indikasi tersebut, dapat ditelaah dan dikaji selaras dengan tahapan-tahapan perkembangan kepribadian dari anak hingga kelak tumbuh menjadi sosok dewasa sejalan dengan peran dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar